Berita Terbaru:
Home » » Polri Vs KPK, SBY Hanya Termangu

Polri Vs KPK, SBY Hanya Termangu

Written By angkringanwarta.com on Friday, August 10, 2012 | 18:52

Polemik dua lembaga hukum Indonesia, yakni KPK dan Polri, terkait kasus dugaan korupsi pengadaan alat driving simulator pembuatan surat izin mengemudi (SIM) di Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri, kian keruh dengan sikap ngotot Polri yang ingin ‘merampas’ kasus itu dari tangan KPK.

Apa yang dilakukan Polri dipandang Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S. Pane, sebuah tindakan yang sangat memalukan bagi bangsa ini. Neta menegaskan, jika perebutan terus berlanjut akan menjadi bahan lelucon para koruptor. Para perampok uang negara akan dengan senang hati menertawakan drama para penegak hukum.

Kendati demikian, IPW menyambut positif keinginan Polri agar rebutan wewenang itu diselesaikan di Mahkamah Konstitusi (MK). Upaya itu juga sejalan dengan Pasal 24 C ayat (1) UUD 1945, yang menyebut MK berwenang memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan UUD.

Neta mengatakan, meski KPK bukanlah lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945 secara langsung, namun berdasarkan UU 24 Tahun 2003 tentang MK, disebutkan MK bisa mengadili, dan memutus sengketa KPK dengan Polri itu.

"Langkah ini (pengajuan ke MK) lebih arif, ketimbang Presiden SBY cawe-cawe (campur tangan) dalam konflik KPK-Polri untuk menangani kasus simulator," ungkapnya.

Lantas, mengapa Polri tidak legowo menyerahkan kasus ini kepada KPK, juga dipertanyakan Wakil Ketua DPR, Pramono Anung. Seharusnya Polri menyerahkan agar kasus itu ditangani KPK. “Apalagi didukung dengan Pasal 50 UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK,” ujarnya di Gedung Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (7/8/2012).

Pramono semakin heran, lantaran Polri sampai mengundang pengamat hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra untuk memberikan pandangan hukum terkait kasus tersebut.

Pandangan serupa juga disuarakan Masyarakat Transparansi Indonesia (MTI) Jamil Mubarok. Dilibatkannya Yusril yang dikenal sebagai salah seorang pakar hukum yang disegani hanyalah upaya Polri untuk mendapatkan angin segar dari permasalahan yang menjerat lembaganya.

Jadi, tambah Jamil, usaha Polri mengundang Yusril tak lain hanya sebagai usaha pembenaran dalam hukum. Untuk itu, tambah Jamil, mereka (Polri) berupaya mencari jalan untuk melokalisir kasus. Polri sudah kalang kabut dan ketakutan, karena KPK sudah lebih dulu menjerat Inspektur Jenderal Djoko Susilo.

Seandinya Polri benar-benar ingin menuntaskan kasus korupsi, seharusnya Polri fokus mengumpulkan fakta-fakta kasus, dan tidak perlu berurusan dengan ahli tata negara. "Persoalannya bukan pada sengketa kewenangan, ini hanya kamuflase untuk melokalisir kasus saja," tegasnya.

"Dengan dia (Yusril) hadir menuruti undangan untuk membahas ini saja, ada niat permulaan untuk membantu, apalagi ada tersangka. Ketokohan dan keilmuan Yusril jangan sampai tercoreng dengan membantu Polri melokalisir kasus ini," tandas Jamil.

Dipanggilnya Yusril untuk memberikan gambaran tentang hukum, bisa jadi akan menjadi boomerang bagi pihak Polri sendiri. Sebab, publik sudah tahu rebutan kasus itu sarat konflik kepentingan.

Seperti diketahui, Yusril saat memberikan pendapat hukumnya pada Polri secara tidak langsung menyatakan yang berhak menyidik kasus korupsi simulator di Korlantas adalah Polri, bukan KPK. Hal ini karena posisi Polri telah diatur UUD 1945 sebagai penegak hukum. Sedangkan, KPK tidak berada di UUD. KPK hanya diatur dalam undang-undang kelembagaannya. Bahkan ia menyarankan agar Polri menguji kewenangan dua lembaga itu di MK.

Diketahui, kasus dugaan korupsi pengadaan alat simulator SIM pertama kali mencuat saat Bambang Sukotjo, direktur PT Inovasi Teknologi Indonesia, membeberkan adanya dugaan suap proyek pengadaan simulator SIM di Korps Lalu Lintas (Korlantas) Mabes Polri.

Bambang terang-terangan menyebut ada suap dari perusahaan pemenang tender pengadaan simulator 2011, kepada pejabat Korlantas Polri bernisial DS sebesar Rp 2 miliar. Tak hanya dugaan suap, Bambang pun membeberkan adanya praktek mark up dalam proyek pengadaan simulator motor dan mobil di institusi Polri tersebut.

Pada saat lelang proyek tesebut, perusahaan bernama PT Citra Mandiri Metalindo berhasil memenangi tender pengadaan 700 simulator sepeda motor senilai Rp 54,453 miliar dan 556 simulator mobil senilai Rp 142,415 miliar pada 2011.

Ketegangan antara KPK dan Polri dimulai saat KPK melakukan penggeledahan di gedung Korlantas Polri terkait kasus Simulator SIM. Sebenarnya baik KPK maupun Polri sudah sama-sama tahu bahwa masing-masing lembaga penegak hukum tersebut sedang menangani kasus yang sama di Korlantas Polri. (DS)



Share this post :

Masukkan email untuk berlangganan:

Delivered by Angkringanwarta

 
Ayo kirim tulisanmu ke : angkringan123@gmail.com
Copyright © 2012. AngkringanWarta - All Rights Reserved
Powered by Angkringanwarta