Berita Terbaru:
Home » » Menyusuri Museum Joang '45

Menyusuri Museum Joang '45

Written By angkringanwarta.com on Monday, December 03, 2012 | 08:45


Oleh Ardi Wahyudi*

Apa pendapat anda jika mendengar kata "Museum"? Sepi? Gelap? Horor? atau membosankan? Hmmm, sebagian mungkin benar dan itu kembali kepada persepsi kita masing-masing. Dan maksud saya membuat ini, semoga saja dapat menambah perspektif anda tentang Museum.

Sebenarnya tulisan ini punya interval yang cukup lama dengan kunjungan saya ke museum yang akan saya bahas. Well, saudara-saudara, Museum yang saya kunjungi adalah Museum Joang 45



Museum ini terletak di Jalan Menteng Raya No.31 Jakarta Pusat (berhubung saya bukan orang Jakarta, jadi saya awam tentang rute dari-dan-menuju kesini :D). Gedung ini merupakan saksi sejarah perjuangan bangsa Indonesia dalam menghadapi eskalasi politik ketika zaman penjajahan Belanda maupun Jepang. Pada tahun 1938, seorang pengusaha Belanda bernama LC Schomper mendirikan sebuah hotel yang bernama Schomper 1 di daerah Menteng Raya. Hotel ini dibangun khusus bagi pejabat tinggi Belanda, pengusaha asing, dan pejabat pribumi.

Ketika Jepang menjajah Indonesia, Hotel Schomper dikuasai oleh pemuda Indonesia dan dijadikan asrama dan tempat pendidikan nasionalisme para pemuda Indonesia. Ir. Soekarno, Drs. Mohammad Hatta, Adam Malik, Chaerul Saleh, dan sejumlah tokoh Indonesia lainnya merupakan tokoh-tokoh yang terlibat dalam pendidikan pemuda yang memperjuangkan Kemerdekaan Indonesia. Pada masa ini Hotel Schomper 1 kemudian diganti dengan nama Gedung Menteng 31. Seiring Perkembangan waktu pada tanggal 19 Agustus 1974, setelah melalui serangkaian perbaikan dan renovasi, Gedung Menteng 31 diresmikan sebagai Museum Joang 45 oleh Presiden Soeharto dan Gubernur DKI Jakarta, Ali Sadikin.


Retribusi masuk museum ini pun tidak terlalu mahal. Untuk dewasa dikenakan tarif Rp2000, mahasiswa Rp1000, dan anak-anak Rp600. Namun jika anda datang dengan rombongan (minimal 20 orang), tarifnya akan berubah menjadi lebih murah yakni dewasa Rp1500, mahasiswa Rp750, dan anak-anak Rp500.


Waktu kunjungan saya kala itu adalah Ahad 18 Maret 2012. Cukup miris juga melihat keadaan karena siang itu hanya saya yang menjadi pengunjung padahal saat itu akhir pekan. Mungkin saya datang di saat "kurang beruntung".


Setelah membayar tiket masuk, kita akan mulai menjelajah perjalanan bangsa ini mulai dari status sebagai Hindia Belanda hingga era Pergerakan Nasional. Yang cukup menarik adalah penyajian display serta tata ruang di museum ini dikondisikan berdasarkan urutan kronologi perjuangan bangsa ini dengan mengikuti arahan dari tanda panah yang disediakan.


Ruangan awal yang kita masuki adalah ruangan sebelah kiri setelah pintu masuk. Di ruangan ini ditampilkan lukisan-lukisan dengan pembahasan fakta sejarah kala itu, beberapa koleksi museum, serta lagi-lagi yang cukup menarik adalah terdapat LCD display yang menayangkan dokumenter perjuangan. Namun sayang, saya tidak menyimak tema apa yang direkam dalam dokumenter tersebut.



Dok. Pribadi

Lalu berlanjut ke ruangan berikutnya yang berseberangan dengan ruangan pertama. Sepanjang "perjalanan" banyak sekali koleksi museum yang sangat sayang untuk diabaikan. Diantaranya:





Seperti yang sudah kita ketahui bersama, bahwa ketika era penjajahan Jepang. Propaganda dengan beragam media adalah salah satu senjata ampuh untuk menarik simpati rakyat Indonesia. Namun ketika penjajahan Belanda berakhir dan kekuasaan diserahkan kepada Jepang melalui Perjanjian Linggarjati, diopinikan bahwa Jepang akan menjadi "penolong". Ini bisa dilihat dengan poster-poster propaganda yang sangat elok secara bahasa. Namun kenyataan setelahnya, ungkapan yang tepat mungkin "setelah lolos kandang macan malah masuk kandang buaya".

Satu hal yang unik adalah senjata yang digunakan oleh Tentara Pelajar Indonesia (TRIP) adalah rantai sepeda dan lambang yang digunakan adalah:






Benar-benar menggambarkan semangat pelajar yang berjiwa muda dan memberontak. Mungkin semangat ini masih dibawa oleh segelintir pelajar kita dengan adanya tawuran, namun yang membedakan, TRIP berjuang untuk kepentingan bangsa namun oknum pelajar sekarang untuk kepentingan semu yang tidak pernah jelas alasannya.

Sebenarnya masih banyak lagi koleksi-koleksi menarik untuk disimak, dihayati, dan dimaknai secara mendalam di museum ini. Namun agar tidak menurunkan nilai promosinya, maka saya tidak jabarkan semua.


Banyak sekali hikmah yang saya dapat dari museum ini mulai dari sisi yang ironis, membuka wawasan, dll. Terakhir pesan yang sangat "dalam" dalam memaknai sejarah dan museum terwakilkan oleh relief di bawah ini:






*Penulis adalah Mahasiswa UIN Jakarta / @deewahjoedi



Share this post :

Masukkan email untuk berlangganan:

Delivered by Angkringanwarta

 
Ayo kirim tulisanmu ke : angkringan123@gmail.com
Copyright © 2012. AngkringanWarta - All Rights Reserved
Powered by Angkringanwarta