Berita Terbaru:
Home » » Lubang Hitam

Lubang Hitam

Written By angkringanwarta.com on Saturday, April 06, 2013 | 08:14


Oleh Eko

Perlahan Kutarik tangannya kemudian kupapah menjauhi lubang itu, mukanya terlihat pucat keringat dingin membasahi badannya , tatapan matanya kosong seperti mayat hidup, napasnya tersengal-sengal, dia adalah Sahabatku  suji, sudah cukup lama aku mengenalnya bahkan aku tak ingat lagi kapan kami mulai saling mengenal, yang jelas semenjak aku kecil aku sudah dekat dengannya, menggembalakan kerbau milik pak Sumali bersama, sampai suatu hari kami berpisah, suji memutuskan untuk merantau ke kota sedangkan aku melanjutkan pendidikanku di SMU.

Sejak saat itulah kami berpisah tak pernah lagi kudengar kabar darinya, sampai akhirnya aku melihat dia begitu menderita, lubang hitam hampir menariknya, entah apa yang mungkin terjadi jika ia sampai masuk kedalam lubang itu, kegelapan mungkin akan menyelimutinya, hidupnya pasti akan di penuhi keputusasaan, tak ada lagi Mimpi dan harapan semuanya akan sirna di telan kegelapan, ku baringkan ia di atas pangkuanku kemudian kulihat bibirnya bergerak kemudian tersenyum kepadaku.

“ Hai kau…, Sahabatku dari masa lalu, Apa yang kau lakukan disini ?” dengan tersenyum Suji bertanya kepadaku.

“ Aku ingin menyelamatkanmu hampir saja kau terhisap oleh lubang hitam itu“  kemudian Suji tertawa.
“Ha..ha..ha..Menyelamatkanku?, kemana saja kau!, kemana kau saat bapakku sekarat menahan tarikan malaikat-malaikat pencabut nyawa…!, kemana saja kau saat ibuku di arak anak-anak kecil keliling kampung sambil di teriyaki orang gila..! kemana kau sahabatku….!?”.

Dengan penuh amarah Suji menarik-narik kerah bajuku, aku hanya bisa tertunduk. Memang kejadian itu benar-benar tidak bisa aku lupakan saat puluhan orang beramai-ramai mengarak ayah Suji sambil tak henti-hentinya memberikan pukulan kemudian membakarnya di ujung desa. 

Saat itu kulihat jelas tatapan mata ayah Suji kepadaku seolah berkata jangan beritahu Suji tentang apa yang terjadi. Yang paling menyakitkan buatku adalah menyaksikan kegilaan ibu Suji setiap hari yang begitu terpukul melihat suaminya di bakar hidup-hidup di depan matanya. Namun, saat itu aku benar-benar tak berdaya aku takut, aku pengecut, ternyata manusia bisa lebih kejam dari hewan, hanya karena seokor ayam yang di curi ayah Suji, mereka tidak tahu alasan kenapa ayah Suji melakukan itu. Rasa laparlah yang membuat ayah Suji melakukan itu, namun mereka tidak mau mendengar alasan yang aku lontarkan, pencuri tetaplah pencuri .

Kulihat mata Suji berlinangan air mata, lalu kuraih dia dan kupeluk erat .
“ Aku mengerti suji, kau marah padaku, namun saat itu aku benar-benar tidak bisa berbuat apa-apa, aku pengecut, maaf kan aku suji, maafkan aku?” 

“Ya aku mengerti kawan, ini semua bukan salahmu, ini bukan salah siapa-siapa , apa mungkin aku  harus menyalahkan tuhan kenapa ia menciptakan syaitan untuk menggoda ayahku dan membakar api amarah pada manusia-manusia laknat itu,“ tegas Suji.

“ Sudahlah Suji ayo bangun … lebih baik kita cari ibumu sekarang,“ Aku memapahnya pulang dan kubaringkan dia, entah apa yang ada di pikirannya sekarang, yang jelas aku tidak bisa membayangkan betapa hancurnya perasaannya, entah luka itu akan sembuh atau tidak, mungkin ada baiknya kubiarkan  dia masuk ke dalam lubang hitam itu dan membiarkan kegelapan itu membenamkan seluruh rasa penyesalan dan sakit hatinya hingga benar-benar tak tersisa. 

Keesokan harinya aku dan suji berjalan mengelilingi Desa untuk mencari ibu suji namun hasilnya nihil kami tak menemukan ibu suji yang ada hanya selentingan-selentingan penduduk Desa mencemooh Suji si anak pencuri, mereka tak menyadarinya bahwa mereka adalah iblis-iblis yang menyerupai manusia, kami pun pulang dengan perasaan kecewa  belum sempat kami duduk, terdengar teriakan dari luar rumah,
“Tolong…tolong… ada yang bunuh diri !“

Kami pun bergegas menuju tempat itu , betapa terkejutnya kulihat ibu Suji menggantung di atas pohon mangga di kebun seberang desa, Kulihat Suji hanya terdiam sambil bersimpuh di atas tanah menatap kosong mayat ibunya yang tergantung, di saat itulah kulihat lubang hitam benar-benar telah menyelimuti Suji.

Hari berlalu suji masih tetap terdiam dengan tatapan matanya yang kosong, aku tak bisa bayangkan apa yang kini ada di benak Suji, akau hanya bisa menatapnya dengan air mata yang tak bisa kubendung. Ketika itu malam telah larut kulihat suji masih duduk di luar, aku mengajaknya masuk.

“ Ji, malam telah larut ayo kita masuk,” namun Suji sontak berdiri sambil mengepalkan tangan kulihat tatapan matanya penuh dengan dendam kemudian Suji berkata.

“ Pencuri tetaplah pencuri, hari ini akan aku akhiri  apa yang telah mereka mulai!” aku tak mengerti apa yang Suji katakan yang jelas kemudian iya berlari kencang dan hilang di telan gelap malam, aku biarkan saja dia pergi mungkin setelah tenang ia akan segera kembali. Aku duduk di serambi rumah sembari menunggunya, sejak saat itu iya tak pernah kembali menemuiku. Mungkin ia terhisap jauh kelubang hitam bersama puing-puing desa yang hangus terbakar.



Share this post :

Masukkan email untuk berlangganan:

Delivered by Angkringanwarta

 
Ayo kirim tulisanmu ke : angkringan123@gmail.com
Copyright © 2012. AngkringanWarta - All Rights Reserved
Powered by Angkringanwarta