Berita Terbaru:
Home » , » Ke Pulau Serangan Ketemu Penyu

Ke Pulau Serangan Ketemu Penyu

Written By angkringanwarta.com on Friday, May 31, 2013 | 13:47

Oleh Milliya*
Sabtu [11/5] saya mengajak seorang teman saya, Hepi, untuk menghabiskan petang jalan-jalan. Sekadar menikmati senggang sekalian main-main sambil foto-foto. Mumpung dapat pinjaman kamera.

Dengan menggunakan sepeda motor, saya dibonceng Hepi, menuju Pulau Serangan. Letaknya 5 km di sebelah selatan kota Denpasar, Bali. Dengan panjang pulau 2,9 km dan lebar 1 km. 30 menit dari kostan saya di Jl. Sedap Malam-Sanur

Awalnya saya kebelet ngambil foto Pulau Serangan yang danaunya bening. Nampak tenang dari kejauhan. Gagal. Sore itu Serangan sedang surut. Nampak tanah basah sisa genangan air. Berlumut coklat kehitam-hitaman.

Urung dapat gambar yang sesuai kepengen, Hepi, mengajak saya ke penangkaran Penyu. Letaknya didalam Pulau Serangan. Saya tidak menolak.

Sore dan matahari di Bali, masih terik. Saya memasuki pintu gerbang yang tidak berpagar, lantas memarkir motor di lahan teduh. Ada dua patung penyu besar, dua bangunan serupa kantor. Satunya kafe.

“Kok sepi ya,” komentar saya. “Jangan-jangan enggak ada orang.”

“Ada penjaga,” jawab Hepi, singkat.

Dari arah kafe, lamat-lamat seorang lelaki berperawakan besar menghampiri kami. Ia menyambut kedatangan kami dengan senyum. “Mau lihat-lihat.” Serunya, sambil mempersilakan saya dan Hepi, untuk mengikutinya. Saya dan Hepi, manut. Mengikuti langkahnya dari belakang.

“Ini penyu hijau dan itu penyu lekang,” unjuknya sambil memainkan air di kolam penyu. Empat kolam berukuran 1.5m saling berhadap-hadapan. Ada tiga jejer kolam sebagai tempat penangkaran.

Lelaki yang memandu saya sore itu namanya, Bli Made. Delapan tahun sudah Ia, bekerja di penangkaran penyu di Serangan. Sambil melihat-lihat beberapa koleksi penyu yang dirawat khusus. Bli Made, menuturkan muasal ihwal penyu yang perlahan punah.

“Dahulu, penyu dikonsumsi sebagai makanan sehari-hari. Baik itu telurnya atau dagingnya sekalipun.”

Saya merinding membayangkannya. Mencium bau amis yang menghilangkan selera makan. Telur penyu. Daging penyu. Isi kepala saya berisi potongan gambar masakan-yang saya pastikan sangat tidak enak.
 
“Dasar manusia. Apa saja serba dimakan,” umpat saya. Hepi, tersenyum. Saya kembali menggerutu.

“Khususnya di Bali, penyu-kan dipakai untuk kebutuhan upacara. Biasanya, kepalanya saja sih,” lanjut Bli Made. “Penyu lama bertelurnya. Sedang yang makan setiap hari dan banyak. Jadilah penyu terancam punah.”

Untuk melindungi populasi penyu, th 1999 pemerintah mengeluaran UU yang memutuskan bahwa Penyu adalah hewan yang dilindungi. Meski demikian, penangkaran penyu di Pulau Serangan ini tidak menerima subsidi dari pemerintah.

“Penangkaran ini adalah hasil swadaya masyarakat. Pengelolaannya dibawah banjar,” terang Bli Made.

Butuh 10-25th untuk penyu bisa bertelur. Lama. [Jadi kalau diusia 25th kamu masih jomblo santai aja, ada temennya tuh: penyu :D] Sekali bertelur berojolnya 150 butir. Menetas dalam kurun waktu + 50 hari. Setelah dikubur didalam pasir.

Jam tangan saya menunjukan waktu pukul lima sore. Setelah mengitari beberapa kolam penyu dan melihat-lihat isi museum penyu. Saya berpamitan kepada Bli Made. Sebelumnya cuci tangan dulu, bau amis. Lantas meneruskan perjalanan muterin pulau Serangan. 

Penulis bermukim di Bali dan dunia maya http://mymiliyya.tumblr.com/


Share this post :

Masukkan email untuk berlangganan:

Delivered by Angkringanwarta

 
Ayo kirim tulisanmu ke : angkringan123@gmail.com
Copyright © 2012. AngkringanWarta - All Rights Reserved
Powered by Angkringanwarta