Berita Terbaru:
Home » » Pendidikan Untuk Siapa?

Pendidikan Untuk Siapa?

Written By angkringanwarta.com on Monday, May 20, 2013 | 18:36

Masih ingatkah dengan kabar menyedih kan yang menimpa Asrina, pelajar di Polewali Mandar, Sulawesi Barat. Ia nekad bunuh diri karena keinginannya untuk bisa mengenyam pendidikan di tingkat SMP terhenti akibat ketiadaan biaya.

Kejadian semacam itu hanyalah contoh kecil dari sekian banyak persoalan pendidikan di negeri ini. Sayangnya, ketika mendengar kabar seperti itu, kita hanya bisa sedih, prihatin, miris, dan paling mentok menitikkan air mata. Sementara yang bertanggung jawab atas masalah ini, yakni Mendikbud sama sekali tidak tersentuh oleh kejadian itu.

Menurut data dari Kompas, hingga tahun 2011, terdapat 10,268 juta siswa usia wajib belajar (SD dan SMP) yang tidak menyelesaikan wajib belajar sembilan tahun. Di sisi lain, masih ada sekitar 3,8 juta siswa yang tidak dapat melanjutkan ke tingkat SMA. Hal itu menjadi bukti bahwa pendidikan di Indonesia hanya bisa dinikmati segelintir orang.

Permasalan lain yang membuat pelik dunia pendidikan kita juga adalah akses pendidikan yang kurang merata dan infrastruktur yang kurang memadai. Jelas terlihat bagaimana perbedaan kondisi akses pendidikan antara kota besar dengan daerah pendesaan. Belum lagi jika dibandingkan akses pendidikan antara di Pulau Jawa dengan diluar Pulau Jawa. Bisa dikatakan sangat jauh sekali.

Di Jawa akses pendidikan bisa dibilang sangat mudah, tapi apakah saudara-saudara kita di Nusa Tenggara, Papua, atau Maluku serta daerah terpencil lain bisa menikmatinya. Demi mendapatkan pendidikan mereka harus berjuang lebih keras bahkan harus mempertaruhkan nyawa mereka demi mendapat pendidikan.

Padahal, jika merujuk ke konstitusi, khususnya pembukaan UUD 1945, salah satu tujuan berdirinya Republik ini adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Tentu saja, supaya seluruh rakyat bisa mengakses pendidikan, maka pintu lembaga penyelenggara pendidikan harus dibuka selebar-lebarnya kepada setiap warga negara tanpa memandang daya beli dan latar-belakang sosialnya.

Bahkan, jika konsisten berpijak pada konstitusi, setiap warga negara berhak mendapatkan jenis dan kualitas pendidikan yang sama. Artinya, negara ini seharusnya tidak boleh membenarkan adanya praktek ‘kastanisasi’ dalam dunia pendidikan. Tidak perlu ada sekolah unggulan atau sekolah elit yang hanya diperuntukkan bagi segelintir orang. Semua sekolah di negeri ini harus menjadi sekolah unggulan dan setiap anak didik berhak mengaksesnya tanpa pembeda-bedaan.

Artinya, dalam konteks sekarang ini, yang seharusnya dikejar Mendikbud bukanlah sekolah unggulan atau standar internasional, melainkan membangun sekolah sebanyak-banyaknya hingga ke seluruh pelosok tanah air. Sehingga anak-anak tidak perlu menempuh perjalan berkilo-kilo meter demi pendidikan.

Karena itulah, semangat Hari Kebangkitan Nasional (Harkitnas) sangat relevan untuk dikobarkan kembali saat ini, karena permasalah pendidikan bukan sekadar pada soal kuantitas dan kualitas, tetapi juga soal fungsi sosialnya: pendidikan harus memanusiakan-manusia, berkontribusi pada kemanusiaan, dan berguna dalam pembangunan bangsa dan negara. Kita perlu belajar kembali mengenai konsep-konsep pendidikan progressif yang sudah diperkenalkan pendiri bangsa, seperti konsep Ki Hajar Dewantara dan Tan Malaka.



 

@Rizqi_JongJava


Share this post :

Masukkan email untuk berlangganan:

Delivered by Angkringanwarta

 
Ayo kirim tulisanmu ke : angkringan123@gmail.com
Copyright © 2012. AngkringanWarta - All Rights Reserved
Powered by Angkringanwarta