Berita Terbaru:
Home » » Saat Sambal Tak Lagi Pedas, Maka Politik yang Pedas

Saat Sambal Tak Lagi Pedas, Maka Politik yang Pedas

Written By angkringanwarta.com on Friday, July 19, 2013 | 04:38

Jika tak pedas, itu nama bukan sambal. Begitu juga dengan kopi, jika teralalu manis itu namanya kolak.

Kisah tentang pedas tentu tak luput dari namanya cabe. Cerita tentang cabe ternyata bukan hanya ibu-ibu yang terpaksa berpikir ulang untuk menyambal, atau juga para penjual makanan yang harus memikirkan berapa harga yang cocok untuk satu sendok sambal.

Pedasnya cabe dikabarkan membuat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengumpulkan para menteri hanya untuk menyampaikan kemarahannya. Namun, hasil kemarahan SBY belum juga membawa kebahagian untuk ibu-ibu rumah tangga

.

Apa sebabnya, si ibu akan lebih senang jika menyaksikan sang suami tercinta maupun anak makan dengan lahap. Sayangnya, ini belum dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya sebelum ada lembaga survei atau pun para pengamat.

Lembaga survei yang disesaki para pengamat lebih tertarik jika menyuguhkan elektabilatas partai politik, begitu juga para calon presiden (Capres). Padahal baik partai, atau pun Prabowo, Aburijal Bakrie (Ical) bukan sesuatu yang lezat dihidangkan bahkan cendurung dipaksakan.

Sungguh, benar, sudah pasti itu jika cabe dan partai atau para politikusnya disandingkan, maka mana yang akan dipilih ibu-ibu? Untuk partai atau politikus biarkan saja menjadi santapan para lembaga survei yang terus menjamur dengan aneka rasa, yang jelas bukan permen nano-nano yang menjual keramain rasa.

Ibu-ibu, Cabe, Polikus, Ekonom

Lalu apa kaitannya antara ibu-ibu, cabe, politikus, dan bisa jadi ekonomi? Hubungan ini mungkin ini terkesan terlalu dipaksakan, sebagaimana ibu-ibu yang dipaksa membeli cabe dengan harga melambung.

Diawali dengan ibu-ibu, seorang ibu tak perlu berdebat dengan suami bagaimana sistem ekonomi yang diterapkan dalam menjalani bahtera rumah tangga, tak peduli apa itu kapitalis atau pun ekonomi kerakyatan. Namun, adakah yang lebih baik manajemennya selain seorang ibu?

Tapi agar dapat membeli cabe, seorang ibu bakal berdebat panjang lebar dengan para penjual cabe. Bagaimana cara mendapatkan harga cabe dan gaji sang suami dapat terselamatkan hingga satu bulan kedapan atau minimal hingga esok hari.

Ini hal yang nyata bahkan lebih nyata dari pada para ekonom yang mengatakan angka kemiskinan di Indonesia menurun hingga sekian persen.

Menyaksikan perdebatan ibu-ibu dengan penjual cabe, sikap para polikus yang duduk di kursi pemerintahan  bermacam-macam. Terutama tiga menteri dengan latar pendidikan yang lebih tinggi (lihat latar belakang pendidikan) daripada ibu-ibu, yakni Menteri Pertanian, Menteri Perdagangan, dan  Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat. Setidaknya, tiga menteri ini ikut bertanggungjawab dalam menjaga kestabilan harga pangan termasuk cabe.

Menteri perdagangan Gita Wirjawan secara mendadak rajin blusukan ke pasar-pasar untuk meninjau harga kebutuhan pangan, termasuk cabe. Dia juga mengaku sempat berdiskusi dengan Menkokesra.

Gita sendiri sempat menyatakan siap bersaing dalam mengikuti konvensi capres Demokrat, untuk pemilu 2014. Lalu adakah hasil sidak ke pasar membuat ibu-ibu riang gembira mengulak sambal yang begitu pedas?

Begitu pula dengan Menkokesra, Hatta Rajasa yang mulai dihembuskan akan mengikuti pemilihan presiden di 2014. Hatta tentu paham benar dengan survei menyebutkan elektabilatas Hatta masih kalah jauh dari Gubernur DKI Joko Widodo.

Lalu bagaimana dengan Menteri Pertanian, Suswono. Jika dilihat asal muasalnya, ia terdaftar sebagai politikus PKS. Partai ini juga dirundung masalah akibat persengkongkolan dengan mafia dalam kasus impor daging sapi.

Itu daging sapi, beda dengan Cabe. Lalu kenapa para petani terkesan gagal dalam menjaga stok cabe sehingga membuat harga cabe malambung tinggi?

Dari ketiga menteri ini ternyata memberikan celah basah untuk mereka yang secara kebetulan tidak mempunyai tempat di Kementerian, tapi berambisi untuk maju dalam pilpres 2014, yakni Prabowo atau Ical.

Sebagaimana diberitakan Metrotvnews.Com, Pembina Partai Gerindra Prabowo Subianto ini, alokasi anggaran saat ini tidak berpihak pada sektor pertanian dan perikanan. Padahal, kedua sektor tersebut merupakan bagian yang sangat vital dan perlu diperkuat.

Prabowo sendiri berjanji akan memperbesar anggaran sektor pertanian dan perikanan jika nanti dirinya berkuasa. "Bayangkan, 60 persen rakyat indonesia hidup dari pertanian dan nelayan. Tapi alokasi anggaran untuk sektor itu hanya 1 persen dari APBN," katanya.

Anggaran di Kementerian Pertanian dalam APBN-P 2013 sendiri hanya Rp 16,42 triliun. Ia berjanji akan menaikan anggaran sektor tersebut sepuluh kali lipat dari saat ini demi menciptakan ekonomi kerakyatan yang berdaulat. "Kalau kita tingkatkan sampai 10 persen, saya yakin bisa menggerakkan perekonomian nasional," katanya.

Prabowo mengaku telah mengingatkan ke pemerintah soal pentingnya peningkatan produksi pertanian. Apalagi, tantangan sektor pertanian saat ini berkutat pada kelangkaan karena perubahan iklim, pertambahan penduduk dunia serta terkait dengan kedaulatan pangan nasional.

Sedangkan Ical? Untuk sementara waktu kasus lumpur Lapindo agak longgar dibahas. Maka biarkan saja politik jadi pedas asalkan nasib korban lumpur tak sepedas cabe.

@AyodiaKelana









  


Share this post :

Masukkan email untuk berlangganan:

Delivered by Angkringanwarta

 
Ayo kirim tulisanmu ke : angkringan123@gmail.com
Copyright © 2012. AngkringanWarta - All Rights Reserved
Powered by Angkringanwarta