Semua manusia
adalah saudara dan tak ada satu agama yang mengajarkan tentang kekerasan. Kasih
sayang juga ditunjukkan Nabi Muhammad kepada musuh-musuhnya, dengan kasih
sayang Muhammad malah berhasil menaklukan para musuh-musuhnya. Soal kasih
sayang juga diajarkan Siddhārtha Gautama (Budha) yang berkelana untuk
menyebarkan kedaimaian, dia mengatakan seorang Buddha memiliki sifat Cinta
Kasih (maitri atau metta) dan Kasih Sayang (karuna). Begitu juga dengan Mahatma
Gandhi dengan kasih sayang yang disebut ahimsa.
Maka sudah
sepatutnya, Indonesia yang terdiri dari beragam suku bangsa, dengan pondasi ajaran
pendiri bangsa berupa untuk tetap satu jua menjaganya. Karena itu, hal-hal yang
merusak nilai-nilai Bhineka Tunggal Ika haruslah diperangi.
Sayang ajaran
tersebut ternoda dengan aksi-aksi kekerasan. Tentu masih teringat bagaimana
peristiwa pemboman gereja-gereja pada awal 2000an merusak keharmonisan umat
beragama. Bagaimana oknum-oknum tidak bertanggung jawab berupaya merusak
persatuan yang dibangun para pendiri bangsa.
Bagitu juga
peristiwa bom-bom bunuh diri yang membuat stigma buruk negara asing terhadap
Indonesia akibat ulah kaum radikalis menggunakan nama agama.
Terjadinya kasus
tersebut membuat Gus Dur berupaya membangun rekonsiliasi nasional dengan
"menghalalkan" agama Konghuchu dan memperbolehkan etnis tionghoa
merayakan tahun baru Imlek. dan mungkin masyarakat lupa bagaimana upaya Gus Dur
untuk melakukan rekonsiliasi dengan korban politik rezim orde baru.
Lagi-lagi generasi
penerus bangsa seakan kembali mulai melupakannya. Lihat saja bagaimana
Ahmadiyah dan Syiah dibuang dari kampungnya karena dibilang sesat. Juga
sulitnya perizinan pembangunan rumah ibadah (selain mesjid atau mushola) yang
terjadi di bumi nusantara.
Dan lebih
mirisnya, ditengah buruknya toleransi beragama dan banyaknya kasus kejahatan
kemanusiaan (atas nama agama) justru Presiden SBY mendapat penghargaan atas
nama toleransi keberagaman.
Karena itu,
peristiwa pengeboman Vihara Ekayana di Kebon jeruk menjadi bukti jika toleransi
di Indonesia masih belum berjalan. Selain itu peristiwa ini juga menjadi bukti
jika aparat masih belum bisa memberikan rasa aman bagi masyarakat untuk
melaksanakan ibadah.
Maka, dengan ini menyatakan:
1. Mengutuk
keras peristiwa pemboman Vihara Ekayana
2. Meminta aparat
kepolisian untuk mengusut tuntas peristiwa ini dan menghukum para pelaku
seberat-beratnya.
2. Meminta kepada
presiden Republik Indonesia untuk lebih serius menangani persoalan seperti ini
(Redaksi)