Berbicara hukum sudah seharusnya tidak ada lagi perbedaan. Namun,
hukum masih terkesan hanya berlaku bagi kalangan masyarakat yang lemah. Hal ini
bisa dilihat bagaimana penanganan lembaga hukum pada kasus yang melibatkan
pejabat tinggi. Tak hanya itu saja, orang yang memahami hukum malah acap kali
terkesan malah memutarkan balikan hukum itu sendiri.
Akibatnya, masyarakat kian apatis terhadap hukum. Apakah
cita-cita hukum sebagaimana yang telah dituangkan dalam pembukaan UUD 45 dapat
terwujud?. Dalam keapatisan masyarakat dalam memandang hukum membuat persoalan
hukum di Indonesia seakan tak akan pernah menemukan jalan ke luarnya.
Atas persoalan tersebut, maka sudah saatnya kembali ke hukum
rakyat. "Hukum rakyat seharusnya menjadi jawaban dari kebuntuan sistem
hukum Negara dalam menyediakan keadilan bagi rakyat. Sudah saatnya hukum
dikembalikan kepada rakyat dan bekerja di bawah panji cita-cita bangsa
Indonesia yaitu masyarakat yang adil dan makmur”, ungkap Andiko, Direktur
Eksekutif HuMa dalam Pembukaan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Hukum Rakyat,
Jakarta (8/10/ 2013).
Pres release yang diterima redaksi, acara yang
berlangsung pada 8 – 10 Oktober 2013
dengan tema 'Hukum Rakyat, Menata Masa
Depan Indonesia', Ketua Badan Pengurus
HuMa, Chalid Muhammad mengatakan, ditengah keterpurukan negeri ini akibat
prilaku elit yang jauh dari rasa keadilan mayoritas bangsa, ternyata masih
terdapat banyak rakyat Indonesia yang berbuat dengan tulus dan tanpa pamrih
untuk menyelamatkan negeri ini.
"Mereka terus membangun solidaritas serta tanpa kenal
lelah mempromosikan hukum rakyat demi terwujudnya pembaruan hukum yang
berkeadilan di Indonesia. KTT Hukum
Rakyat ini diharapkan menjadi tonggak bagi gerakan hukum rakyat dalam mengambil
peran utama dalam menata masa depan
Indonesia,” ujarnya
Masih dalam Pres release juga diungkapkan, Myrna Safitri,
Direktur Eksekutif Epistema Institute, perlu adanya upaya pembaruan hukum,
dimana Pendamping Hukum Rakyat (PHR) dapat membantu negara dengan menempatkan
orang yang tepat di posisi yang strategis, serta melakukan koreksi terhadap
negara yang abai memberi pengakuan, lalai memberi perlindungan, absen
menyelesaikan konflik dan royal memberi izin eksploitasi.
Acara yang mengusung tema “Hukum Rakyat, Menata Masa Depan
Indonesia” juga dibuka dengan orasi dari beberapa tokoh nasional, seperti Prof.
Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Ibrahim, S.H.,
M.H., LLM, wakil dari Komisi Yudisial, Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo, Anis
Baswedan, Myrna Safitri dan Andiko.
(Red)