Berita Terbaru:
Home » » Sejarah Kaos, Sejarah Pemberontakan

Sejarah Kaos, Sejarah Pemberontakan

Written By angkringanwarta.com on Thursday, May 15, 2014 | 14:00

“ Dilarang masuk berambut gondrong, memakai kaos polos, dan sandal jepit”.
Oleh Dede Supriyatna*
 
Cukup mujurabkah larangan yang terpampang di pintu-pintu kantor, ruang kuliah, atau tempat-tempat lainnya yang selama ini dianggap formal?  Sepertinya kurang atau bahkan bisa dikatakan tidak manjur. Sebagai pembenarannya silakan disimak sendiri dari sekian banyak orang di kampus yang masih mengenakan kaos polos. 

Berbicara koas polos sendiri, ternyata sudah dari sana diidentikan sebagai bentuk pemberontakan atas hal-hal yang formal, kaku, gaya aristokrat, dan lain-lainnya. Berdasarkan artikel yang dilansir pabrik-kaos. Com mengulas mengenai riwat kaos hingga kenapa kaos dijadikan simbol perlawanan, bukan hanya gaya hidup.

Pada artikel pabrik-kaos.com juga dipaparkan bukan hanya mengenai asal-usul kaos, yang pada mulanya hanya dipakai para pekerja tambang dan buruh pelabuhan, juga dijelaskan perihal penyebutan kata kaos dilihat dari bentuk, misalnya di Inggris menyebut dengan kata T-Shirt, penyebutan itu mungkin lebih didasari pada bentuk atau pola potongan menyerupai huruf T.

Lantas sejak kapan koas polos mulai dikenakan? Diperkirakan abad 19, para buruh dan pekerja tambang memakainya dengan tujuan sebagai pelindung dari cuaca panas. Pada waktu itu, pakaian berbentuk sambungan dari atas ke bagian pinggang, maka jangan dibayangkan kaos waktu itu sama seperti saat ini. 

Lambat taun, kaos mengalami evolusi yang cukup pesat. Adalah  militer Amerika dari angkatan laut mulai mengubah pola kaos polos  agar lebih nyaman bergerak saat perang atau pun berlatih, yang jelas di luar ruangan. 

Dari sana makin terlihat jelas atau bisa jadi kata T-Shirt bukan hanya lantaran pola, tapi juga bentuk singkatan dari Training Shirt. Dan kehadirannya pun masih begitu terbatas, bahkan bisa dikatakan hanya para militer saja yang memakainya.

Bisa jadi membuat kecemburan untuk sebagian orang, maka Marlon Brando, seorang aktor ini dengan cuek mengenakan saat tampil dalam film  berjudul  A Streetcar Named Desire (1951).  Responya, penonton historis, khsusunya wanita. Mereka kaget menyaksikan adegan yang  menggambarkan dirinya menggunakan kaos yang tersobek-sobek dan memperlihatkan bagian bahunya.

Lalu dilanjutkan oleh sesama aktor lainnya, yakni James Dean. Melalui sebuah film ‘Rebel Without A Cause(1955),  ia mencoba mengenalkan kaos untuk anak muda. Pengaruhnya cukup kuat dikalangan remaja, mereka menyimbolkan pakain jenis ini sebagai simbol pemberontakan.

Yang menjadi bahan pertanyaan, apakah hanya golongan aktor saja yang mempopulerkan kaos? Sulit untuk menjawab iya. Soalnya, sebagaimana yang telah dipaparkan pada sebelumnya, banyak militer Amerika yang mengenakan kaos maka bisa jadi penyebaran lewat jalur perang, masih ingat dengan perang dunia II.

Akibat perang pula, dunia mengalami krisis ekonomi. Negara-negara hanya disibukkan dengan urusan perang, maka tak mengherankan jika uang hanya dijadikan sebagai kebutuhan dasar berperang. Dan yang paling kena getahnya adalah  rakyat. Mereka terbebani dengan biaya kebutuhan yang begitu mahal, maka mereka tak terpikirkan soal pakaian. Industri pakaian mengalami kemunduran dan sangat mungkin bangkrut jika tidak melakukan inovasi dalam mengelolah bahan.

Lantas dari mana kata pemberontakan?

Dari sana percikan-percikan pemberontakan terhadap Negara mulai bermunculan. Rakyat mulai mengenakan kaos aternatif lantaran biaya yang cukup murah tanpa mempedulikan stigma mengenai kaos yang hanya dipakai oleh pekerja keras.

Banyak band-band yang menyuarkan perdamaian, penuh kritikan tampil hanya dengan pakaian sederhana berupa kaos, bukan lagi tampil gaya aristocrat. Begitu juga film yang bisa dikatakan biang keladi yang cukup mempopulerkan kaos.

Band dengan idola sesuatu yang sudah taka sing lagi, anak-anak muda mulai mengikuti gaya penampilan anak band dengan memakai segala macam aksesoris termasuk kaos yang diindetikan sebagai perlawan terhadap sitgma kemapanan dan kesopanan.

Dunia psikologis anak muda yang cenderung anti kemapanan dan selalu ingin melawan arus, menjadikan kaos menjadi bagian dari identitas mereka. Norma-norma kesopanan dan kaku, menjadi alasan utama mereka untuk mendobrak kemapanan stigma sosial ini.

Kaos menjadi begitu eksotis dalam dunia fashion, pola potongannya yang sederhana, kaos mendapatkan label low fashion/unfashion berbeda kutub dengan high fashion yang didesign khusus dan diperuntukan bagi orang-orang khusus pula.

*Suka kopi


Share this post :

Masukkan email untuk berlangganan:

Delivered by Angkringanwarta

 
Ayo kirim tulisanmu ke : angkringan123@gmail.com
Copyright © 2012. AngkringanWarta - All Rights Reserved
Powered by Angkringanwarta