Berita Terbaru:
Home » » Beasiswa dan Lika-likunya

Beasiswa dan Lika-likunya

Written By angkringanwarta.com on Friday, December 02, 2011 | 21:18

Oleh Syauqi Nawawi*

Angin berhembus tidak diundang tiba-tiba masuk memanggil-manggil Aku yang sedang asyik duduk termangu dan tetap, dengan, seksama melihat bongkahan-bongkahan folder tersusun berantakan di dalam laptop temanku sampai terbangunnya bulu tipis dalam belaian tubuh yang sedang terguncang ini. Gerangan apa yang hendak memaksaku untuk melihatnya secara detail tanpa selirikpun mata ini tengok kanan-kiri, fokus kedepan hingga suatu ketika rangsangan itu datang menyambut, sengaja, mengundang hasrat untuk membukanya. Secepat kemudian Aku temukan, apa yang menjadi fokus perhatian mata telanjang ini.

Folder berisi informasi singkat dan sederhana mengajakku untuk melaluinya tahap demi tahap. Size-nya memang kecil, tapi tidak untuk isinya. Informasi tambahan mengenai pendidikan tingkat lanjut yang, bagiku, penting untuk dibaca, dicermati dan diwujudkan dengan proses njelimet.

Alangkah beruntugnya jika Aku yang kapasitas kemampuan IQ-nya rata-rata manusia pedalaman bukan perkotaan ini bisa mendapatkannya, gratis selama pengasingan di negeri orang demi mendapatkan tambahan ilmu dalam otak yang menampung daya sumber daya manusia yang tak terbatas. Perihal lika-liku proses mendapatkannya memang sulit. Aku, yang, menguasai bahasa asing secara terbatah-batah seperti anak balita baru gede kayanya tidak mampu untuk meraihnya. Naas memang, kenapa dari dulu sewaktu tingkat SMP dan SMA meluangkan waktu yang kosong tidak sekalipun digunakan untuk kegiatan tambahan yang fungsinya sebagai pendukung, yakni belajar bahasa asing. Penyesalan pasti diakhir, sekalipun tidak diakhir bukan atau tak bisa dikatakan penyesalan, namanya masih dikatakan cobaan. Karena cobaan terletak pada konsepsi imajiner kita sewaktu proses meraih tujuan berlangsung, bukan di awal atau di akhir. Yang akhir dinamakan penyesalan jika, apa yang sedang dan telah dilakukannya menemui ajal kebuntuan nihilistik tanpa ada secara keseluruhan apa yag dicita-citakannya tercapai. Sebagai orang yang pernah mengalami kegagalan dalam tujuan, penyesalan lain halnya dengan takdir. Penyesalan, adanya kekurangan improvisasi dan celah-celah strategi kemampuan yang dimiliki mengandung keprematuran sehingga yang bolong tidak ditambal atau diganti, entah kelupaan atau malas menambal dan menggantinya. Sedang pemahaman takdir, memiliki keputusan yang diambil bukan dari kita, terdapat “tangan tak nampak” sehingga kita sendiri tidak tahu siapa dan apakah itu. Kaum monoteisme biasa menyebutnya Tuhan.

Aku mengatakan yang ditemukan ialah Beasiswa. Subsidi pendidikan bagi yang mampu atau kurang tapi memiliki kapasitas untuk mendapatkannya. Tampak sekilas awal persyaratannya memang mudah, secara jujur aku katakan tidak sampai sebegitu sulitnya. IPK di atas 3,2. Setelah mengingat kartu hasil studi yang didalamnya termaktub IPK selama tujuh semester yang dijalani dengan berdarah-darah menghadapai mata kuliah, sumpek, dengan hitung berhitung ditambah lagi sebagian pengajarnya Killer dan pelit nilai, aku terbujur kaku. Hanya dibawah standar aku dapatkan IPK-nya itupun belum ditambah nilai skripsi, kalaupun skripsi mendapatkan nilai A, tetap saja akumulasi secara keseluruhannya tak sampai dengan persyaratan di atas. Hanya mampu bertengger dibawahnya, tidak overvalued melebihi 3,2.

Jika yang terjadi nilai IPK di atas atau pas 3,2, persyaratan berikutnya Insya Allah bisa dilampaui. Dengan belajar sungguh-sungguh menghadapai ujian toefl berkisar, masih tersisa, enam atau tujuh bulan, aku yakin mampu menghadapinya. Syarat-syarat lain perihal masalah administrasi sambil berjalan bisa diatasi. Ijazah, ktp, ktm, dan semacamnya bagiku masih mudah untuk dikerjakan dan “diakali” jika pembukaan pendaftaran program beasiswa posisi kita belum diwisuda tapi sudah lolos tahap ujian skripsi dengan satu kunci alternatif bantuan lobi-lobi kampus dan menyertakan tampang memelas kepada pihak terkait sekaligus membuat rekomendasi dari pejabat kampus berwenang.

Selanjutnya jika semuanya terlampaui, proses karantina diberlakukan selama 10 bulan. Karena beasiswa ini diperuntukkan bagi mereka yang ingin menimba ilmu ditanah Prancis. Cincaulah kalau dijalani. Karantina ini titik awal sebelum pemberangkatan menuju kampus yang dituju. Beasiswa ini diperuntukkan untuk semua jenis bidang dan study khusus untuk program Master dan Doctoral. Sepertinya tahapan sebelum pemberangkatan bisa dilalui. Namun, beasiswa ini hanya berlaku selama masa study yang sudah dibakukan dengan asumsi gelar Master selama dua tahun dan Doctoral 18 bulan. Khusus untuk program Doctoral, biaya penelitian, jika, dilakukan selama masa proses pembelajaran akan ditanggung program beasiswa ini. Penelitian bisa dilakukan di Prancis atau tanah kelahiran kita. Saran bagiku jika, melakukan penelitian baiknya kita melakukannya dinegara tersebut bukan di negara kita. Manfaat yang didapat pasti bisa menambah keragaman kita akan sumber-sumber dari negara lain, bukan hanya kaum Indonesianis saja yang bisa melakukannya di negara kita, mereka notabennya bukan sebagai warga asli hanya penduduk sementara yang sesekali waktu memperpanjang Visa di bagian Imigrasi.

Menjadi Prancisianis atau bagi mereka yang mendapatkan beasiswa di negeri orang, tanamkanlah pada jiwamu agar bisa meneliti di negara orang, dan ketika selesai study dengan mendapatkan beberapa informasi penting perihal keanekaragaman sumber daya manusia atau alam dan kebudayaan serta fenomena dan fakta-fakta yang terdapat di sana bisa didapati dengan lebih autentik secara langsung dari sumber aslinya. Itu penting, beberapa hal didapat bukan sekelebat bersumber langsung ke arah faktual akhir-akhir ini, tapi kita melihatnya dengan apa yang ada disana sepintas lalu, yang hanya mendengar dan melihat -tidak mencerap dan dianalisis menurut kaidah-kaidah keilmuan yang ketat- dari berbagai sumber informasi yang bisa saja keliru atau dikelirukan oleh pihak-pihak yang tidak ingin apa yang dimilikinya “dicolong” manusia-manusia kita. Ini bukan balas dendan, kita dibeginikan sebelumnya oleh para oknum Indonesianis yang mengambil untungnya sesaat lalu kemudian menjarahnya secara perlahan, tidak seperti Indonesianis macam M.T Kahin, Benedic Anderson dan lain-lain yang bukan saja meneliti tapi memberikan manfaat buat bangsa Indonesia yang lebih tahu soal Indonesia dibanding warganya sendiri.

Oke, kemudian aspek-aspek dan tindakan selanjutnya ketika sudah melalui tahapan karantina Anda diberangkatkan ke sana dengan transportasi dan akomodasi, yang ditanggung, ditambah biaya hidup selama proses belajar di sana.

Lalu kemudian ada pertanyaan, bagaimana jika target pembelajaran sampai lulus yang telah direncanakan meleset? Kamu tanggung sendiri biaya selanjutnya, program ini hanya berlaku dengan ketetapan yang baku, Master dua tahun, Doctoral 18 bulan. Kenapa program ini memiliki ketetapan waktu tidak berdasarkan kelulusan program? Biaya di negeri orang lebih mahal dengan memakai kurs Euro dan agar juga penerima beasiswa ini bisa terpacu untuk lulus tepat waktu. Kamu kira program ini punya Emak lu, yang dengan merayu saja kamu bisa mendapatkan apa yang kamu mau. Jawaban terakhir adalah jawabanku, bukan jawaban dari sumber aslinya.

Selamat mencoba!

*Penulis adalah Penulis Jalank dan mantan ketua KOPMA UIN Jakarta 2010


Share this post :

+ komentar + 3 komentar

December 2, 2011 at 10:34 PM

gemuk aja paragrafnya om

December 2, 2011 at 11:42 PM

sepakat, tadi udah bilang sama penulisnya.

December 7, 2011 at 6:11 PM

temanya oke banget, klasik tapi gak ada habisnya.. sukses slalu..

Post a Comment

Masukkan email untuk berlangganan:

Delivered by Angkringanwarta

 
Ayo kirim tulisanmu ke : angkringan123@gmail.com
Copyright © 2012. AngkringanWarta - All Rights Reserved
Powered by Angkringanwarta