Seusai rapat pukul 23.00 WIB, di pelantara gedung Student Center (SC) UIN Jakarta. Terdapat beberapa orang tak langsung menuju tempat peristirahatan, melainkan terdapat beberapa orang meluncur untuk singgah di angkringan yang terletak di depan Masjid Fatullah, UIN Jakarta (9/1).
Tiap-tiap dari kami perlu rehat sejenak sambil menikmati secangkir kopi jos, dan kembali membicarkan langkah-langkah selanjutnya dalam pensuksesan acara "Semalam Bersama Gus Dur" di UIN Jakarta, Jum'at (13/1/2012). Malam kian larut, dan tersisa tingal Rendi, Hasim, Abi S Nugroho, dan ketinggan, bung Abdullah Alawi yang secara kebetulan datang terlambat dan meminta dijemput pula.
Sambil menyeruput kopi, duduk santai di trotoar beralasan tikar, obroalan hadi menyiringi kupalan asap rokok, dari obrolan yang hadir, berbicara tentang kampus UIN Jakarta dengan latar belakang Islamnya, bagaimana Islam bisa dipandang Humanis ditengah-tengah isu konflik yang ada, gerakan UIN setelah Nurcholish Madjid, dan isu-isu yang sedang dihadapi kawan-kawan lembaga Kampus baik intra, maupun ekstra kampus.
Mereka berhara bagaimana acara "Semalam Bersama Gus Dur" menjadikan memuntum untuk memberikan semangat pada genarasi yang ditinggalkan, semangat genarasi muda yang berani, dan bagaimana kampus UIN Jakarta lebih Demokrasi, lebih bisa berbicar tentang Islam yang sesungguhnya, bagaimana nila-nilai Gus Dur tertanam di hati, dan semoga tak ada benturan ideologi yang melahirkan konflik.
Obralan itu mengalir begitu saja, dan selain kami berbincang tentang tujuan dari refleksi akhir tahun bersama Gus Dur, selingan candaan turut hadir menyertai guyonan malam, candaan berupa Abdullah Alawi yang disapa akrab Abah, dan kini ia menyelipkan nama tambahan pada dirinya dengan kata "Zuma" sebuah nama atas kecintaan pada permain "Zuma", yakni sebuah keharusan untuk membacakan puisi pada acara tersebut.
Atas reaksi berupa penunjukan terhadapnya, ia melakaukan penolakan. Acara perihal merayu terjadi sengit dengan bumbu gelak tawa, dan pada akhirnya Abah menyerah juga, namun menyerahnya dia diiringi dengan serangan pada yang lain, di antara seranganganya, yakni menyerang Didik untuk berorasi perihal bola, sebagaimana kita ketahui salah satu hoby Gus Dur selain musik adalah bola.
Sebelum kami meninggalkan warung angkringan, Rendi mencoba meminta Abi untuk mendata kembali segala macam hal yang perlu dipersiapkan. Dan tak luput dari pendataan, yakni siapa saja yang hendak membaca puisi, menyanyikan lagu Indonesia Raya, Gugur Bunga dengan iringan biola, dan beberapa hal lainya. Acara itu penting untuk dijadikan pengiring acara orasi kebudayaan yang diisi Alissa Wahid, Adhie Massardi, Ahmad Dhani, Permadi, Radhar Panca Dahana, dan ketinggalan wayang dimainkan dalang Ki Enthus Susmono.
Dan memang waktu memaksa kami untuk segara meninggalkan warung Angkringan dengan ditandai penjual sudah merapihkan barang-barangnya. Dan akhirnya kami pun resmi meninggalkan angkringan saat waktu menunjukan pukul 03.00 WIB. Tiap-tiap dari kami akhirnya pergi dengan membawa Pekerjaan untuk segera diselesaikan. (Tim Angkringanwarta)
Home »
Tongkrongan
» Ngobrol Gus Dur di Angkringan
Ngobrol Gus Dur di Angkringan
Written By angkringanwarta.com on Monday, January 09, 2012 | 13:06
Label:
Tongkrongan
+ komentar + 2 komentar
makin halus tulisan pak pimred. bravo. semangat!
makasih, bung. Bagaimana dengan zumanya?