Berita Terbaru:
Home » » Pemkot Depok Rebut Paksa Tanah Milik Warga

Pemkot Depok Rebut Paksa Tanah Milik Warga

Written By angkringanwarta.com on Wednesday, November 07, 2012 | 17:00


Penggusuran rumah secara paksa kembali terjadi, kali ini menimpa keluarga Tabroni (57), di Jalan Baru RT 9/19, Kel. Depok, Kec. Pancoran Mas Kota Depok, Rabu (7/11) siang. Penggusuran dilakukan atas surat Pemerintah Kota Depok melalui Satuan Polisi Pamong Praja Nomor. 300/717/SatPolPP/X/12 Perihal Pemberitahuan pelaksanaan pengosongan dan pembongkaran paksa.

Rumah tersebut terkena proyek jalan sejajar rel Jalan Dewi Sartika. Proyek itu mangkrak selama dua tahun karena keluarga Tabroni menolak besaran uang penggantian dari pemerintah. Padahal, pemilik rumah yang lain sudah menerima dan telah pindah.

Pemerintah kota belum memberi ganti rugi sesuai kesepakatan kedua belah pihak. Tabroni mengaku keluhannya tak digubris oleh Wali Kota Depok, Nur Mahmudi Ismail terkait penggusuran rumahnya. “Rumah seluas 132 meter persegi ini dari pemerintah dihargai Rp 650 ribu/meter sedangkan kami ingin Rp 3 juta/meter,” kata Tabroni

Tabroni mengaku rumah yang ditempati selama 35 tahun tersebut mempunyai Sertifikat Hak Milik (SHM). Sehingga tidak dianggap sebagai bangunan liar. Rumah itu tak hanya dipakai untuk dirinya dan keluarganya tinggal, tapi terdapat delapan kos-kosan yang digunakan untuk membiayai kehidupan sehari-hari bersama empat orang anaknya.

Selain itu, Bambang Rizki, anak Tabroni, mengatakan, saat penggusuran mereka mendapat perlakuan tidak menyenangkan dari petugas. Namun petugas menyeret mereka dengan paksa. Sejumlah mahasiswa turut membantu mereka untuk menolak rencana eksekusi. Sedikitnya, ada lima orang terkena pukulan.

Bambang yang saat ini tercatat sebagai mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta menilai, proses mediasi yang dilakukan pemerintah cacat hukum. Tanpa kekuatan hukum yang jelas karena tak diiringi proses peradilan yang sah. “Pemerintah seenaknya saja memberi surat perintah pengosongan kediaman saya,” tegas Bambang.  

Selanjutnya, Bambang, meminta rumahnya dihargai sebesar Rp 2,7 miliar untuk tanah seluas 132 meter persegi. Bagi Bambang, nilai itu berdasarkan luas lahan, bangunan, serta nilai ekonomis.

Namun pemerintah tatap menghargai Rp 650 ribu per meter persegi."Mau makan apa keluarga saya nanti, kami mencari nafkah dari rumah ini. Ini tidak manusiawi, harusnya ada musyawarah dulu, jangan seenaknya seperti ini," katanya.

Kendati nilai ganti rugi belum final, Bambang mengaku hingga proses pengosongan sudah dilakukan, ia belum mendapatkan dana ganti rugi yang dijanjikan pemerintah. Petugas tetap mengerahkan buldoser untuk meratakan rumah tersebut. Saat pembongkaran, Bambang dan keluarganya terlihat histeris.

Usai pengosongan ini, Bambang dan keluarganya berencana membuat tenda sementara di depan rumahnya. Itu dilakukan sebagai bentuk protes atas pengosongan paksa yang dilakukan Pemkot Depok. “Saya akan tidur di sini saja. Saya akan buat tenda biar pemerintah tahu,” ucap Bambang.

Dalam konstitusi Republik, Negara menjamin kehidupan rakyatnya. Namun, pada kenyataannya pemerintah telah menghianitinya dengan cara merebut paksa tanah yang menjadi tempat tinggal masyarakat dengan dalih kepentingan bersama.


(Jong)


Share this post :

Masukkan email untuk berlangganan:

Delivered by Angkringanwarta

 
Ayo kirim tulisanmu ke : angkringan123@gmail.com
Copyright © 2012. AngkringanWarta - All Rights Reserved
Powered by Angkringanwarta