Penggusuran rumah secara paksa
kembali terjadi, kali ini menimpa keluarga Tabroni (57), di Jalan Baru RT 9/19,
Kel. Depok, Kec. Pancoran Mas Kota Depok, Rabu (7/11) siang. Penggusuran
dilakukan atas surat Pemerintah Kota Depok melalui Satuan Polisi Pamong Praja Nomor.
300/717/SatPolPP/X/12 Perihal Pemberitahuan pelaksanaan pengosongan dan
pembongkaran paksa.
Rumah tersebut terkena proyek
jalan sejajar rel Jalan Dewi Sartika. Proyek itu mangkrak selama dua tahun
karena keluarga Tabroni menolak besaran uang penggantian dari pemerintah.
Padahal, pemilik rumah yang lain sudah menerima dan telah pindah.
Pemerintah kota belum memberi
ganti rugi sesuai kesepakatan kedua belah pihak. Tabroni mengaku keluhannya tak
digubris oleh Wali Kota Depok, Nur Mahmudi Ismail terkait penggusuran rumahnya.
“Rumah seluas 132 meter persegi ini dari pemerintah dihargai Rp 650 ribu/meter
sedangkan kami ingin Rp 3 juta/meter,” kata Tabroni
Tabroni mengaku rumah yang
ditempati selama 35 tahun tersebut mempunyai Sertifikat Hak Milik (SHM).
Sehingga tidak dianggap sebagai bangunan liar. Rumah itu tak hanya dipakai
untuk dirinya dan keluarganya tinggal, tapi terdapat delapan kos-kosan yang
digunakan untuk membiayai kehidupan sehari-hari bersama empat orang anaknya.

Bambang yang saat ini tercatat
sebagai mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta menilai, proses mediasi yang
dilakukan pemerintah cacat hukum. Tanpa kekuatan hukum yang jelas karena tak
diiringi proses peradilan yang sah. “Pemerintah seenaknya saja memberi surat
perintah pengosongan kediaman saya,” tegas Bambang.
Selanjutnya, Bambang, meminta
rumahnya dihargai sebesar Rp 2,7 miliar untuk tanah seluas 132 meter persegi. Bagi
Bambang, nilai itu berdasarkan luas lahan, bangunan, serta nilai ekonomis.
Namun pemerintah tatap menghargai
Rp 650 ribu per meter persegi."Mau makan apa keluarga saya nanti, kami
mencari nafkah dari rumah ini. Ini tidak manusiawi, harusnya ada musyawarah
dulu, jangan seenaknya seperti ini," katanya.
Kendati nilai ganti rugi belum
final, Bambang mengaku hingga proses pengosongan sudah dilakukan, ia belum
mendapatkan dana ganti rugi yang dijanjikan pemerintah. Petugas tetap
mengerahkan buldoser untuk meratakan rumah tersebut. Saat pembongkaran, Bambang
dan keluarganya terlihat histeris.
Usai pengosongan ini, Bambang dan
keluarganya berencana membuat tenda sementara di depan rumahnya. Itu dilakukan
sebagai bentuk protes atas pengosongan paksa yang dilakukan Pemkot Depok. “Saya
akan tidur di sini saja. Saya akan buat tenda biar pemerintah tahu,” ucap
Bambang.
Dalam konstitusi Republik, Negara
menjamin kehidupan rakyatnya. Namun, pada kenyataannya pemerintah telah
menghianitinya dengan cara merebut paksa tanah yang menjadi tempat tinggal
masyarakat dengan dalih kepentingan bersama.
(Jong)