Berita Terbaru:
Home » » Diduga Korupsi, Marzuki Alie ‘Most Wanted’ Mahasiswa

Diduga Korupsi, Marzuki Alie ‘Most Wanted’ Mahasiswa

Written By angkringanwarta.com on Sunday, October 21, 2012 | 15:09

Ketua DPR Marzuki Alie dalam beberapa pekan terakhir menjadi sosok yang paling dicari tiga kelompok mahasiswa. Oleh mahasiswa, politisi asal Sumsel ini diduga terlibat dalam dua kasus korupsi yang merugikan negara hingga ratusan miliar rupiah.

PERTAMA, Marzuki dituduh terlibat dalam kasus korupsi PT Semen Baturaja, saat ia menjabat Direktur Komersil PT Semen Baturaja periode 1997-2001. Selain Marzuki Alie, Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan bahkan telah menetapkan dua tersangka lainnya dari jajaran direksi dan manajemen BUMN pabrik semen itu. Keduanya adalah Azam Nanatwijaya (Kepala Departemen Niaga) dan Darusman (Direktur Teknik). Kasus tersebut terungkap setelah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan unsur kerugian negara senilai Rp 600 miliar.

Kedua, Marzuki juga dituding terlibat dugaan korupsi Dana Penyesuaian Infrastruktur Daerah (DPID) yang membuat politisi PAN, Wa Ode Nurhayati divonis enam tahun penjara. Nama Marzuki memang disebut-sebut dalam persidangan Wa Ode Nuhayati. Ia dituding telah menerima aliran dana Rp300 miliar merujuk kode-kode khusus pada dokumen DPID.

Jaringan Mahasiswa Anti-Korupsi (Jangkar) BUMN adalah satu dari tiga kelompok mahasiswa yang paling mendesak agar Marzuki Alie diseret ke pengadilan. Terbaru, Jangkar BUMN menggelar unjuk rasa di depan gedung Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, Senin (15/10), untuk mendesak lembaga ini membuka kembali kasus korupsi di BUMN PT Semen Baturaja.

Aksi tersebut dilakukan karena penghentian penanganan dugaan kasus karupsi melalui Surat Penghentian Penyidikan Perkara (SP3) yang diterbitkan Kejaksaan Agung, pada 2 Desember 2009, dinilai janggal.

”SP3 Kejagung banyak memuat kejanggalan, diduga SP3 yang dikeluarkan Kejagung sarat dengan intervensi politik dan kekuasaan, karena melibatkan Marzuki Alie yang pada saat itu menjabat Direktur Komersil PT Semen Baturaja,“ tuding Humas Aksi Jangkar BUMN, Lendi Oktapreadi, saat berorasi di depan gedung Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan.

Sebelum SP3 dikeluarkan, status Marzuki Ali telah ditetapkan sebagai tersangka, sesuai dengan surat panggilan Kejati Palembang, Sumatera Selatan, Agustus 2004 silam, bersama Direktur Tehnik, Darusman dan Kepala Departemen Niaga, Azam Asman Natawijana.

Atas dasar itu, Jangkar BUMN meminta agar Kejaksaan Agung mencabut keputusan SP3 yang dikeluarkan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) yang saat itu dijabat Marwan Effendi. Pencabutan SP3 itu, dinilai sesuai dengan Instruksi Presiden (Inpres) No 5 tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi.

”Kami minta agar kasus tersebut diserahkan oleh KPK, karena Kejagung terbukti telah mengabaikan hasil temuaan investigasi BPK dalam kasus Semen Baturaja,“ pungkasnya.

Wakil Jaksa Agung Darmono menyatakan pihaknya akan mengevaluasi dikeluarkannya SP3 itu. Namun, dirinya belum menerima laporan hasil evaluasi tersebut. "Belum terima laporannya," katanya di Jakarta, Selasa (16/10).

Sementara itu, Ketua Presidium Indonesian Police Watch (IPW), Neta S Pane, menyatakan pembatalan proses hukum bagi para terduga korupsi merupakan hal yang cukup sensitif bagi masyarakat.

"Secara psikologis, Kejagung maupun aparat penegak hukum lainnya agak kesulitan mengusut kembali kasus-kasus korupsi lama, apalagi sekarang Marzuki Alie menjabat sebagai Ketua DPR dan tokoh partai penguasa. Masyarakat patut pesimis kasus ini bakal dilanjutkan secara serius. Kecuali jika para pegiat antikorupsi, LSM dan pers terus berteriak untuk menuntaskan kasus ini, mungkin Kejaksaan Agung mau membuka lagi," katanya.

Apalagi, tambah Neta, Darmono yang kala itu menjabat sebagai Pejabat sementara (Pjs) Jaksa Agung, pernah menjanjikan akan mengevaluasi SP3 tersebut. Hal ini tentunya semakin menambah kecurigaan publik, yang menengarai adanya deal politis untuk mengganjal kasus ini.

Pada kasus DPID, Aliansi Mahasiswa Anti Penjahat DPR (Amanat DPR), juga mendesak KPK segera menetapkan Marzuki Alie sebagai tersangka kasus DPID. Amanat DPR menilai sudah tidak ada alasan lagi bagi KPK tidak memeriksa Marzuki. Sebab, Wa Ode dalam persidangan secara tegas menyatakan jika Marzuki kecipratan dana sebesar Rp300 miliar.

Amanat juga menuding kasus Wa Ode sangat kental dengan praktik makelar proyek yang terjadi di Senayan. Tindakan ini merugikan negara karena dana disinyalir mengalir ke Ketua DPR, anggota Badan Anggaran hingga ke tingkat fraksi-fraksi.

"KPK harus berani periksa Marzuki, meski dia Ketua DPR dan dari partai besar," ujar salah satu orator, Mustopa ketika menyampaikan aspirasi di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (11/10). "KPK harus segera tangkap mafia anggaran agar APBN tidak jadi ATM partai politik," sambungnya lagi.

Marzuki Alie juga menjadi ‘most wanted’ sejumlah elemen mahasiswa yang masuk dalam Gerakan Amanat Rakyat Anti Manipulasi (GERAM). Dalam aksi unjuk rasa di depan KPK, Senin (15/10/2012), GERAM meminta KPK menindaklanjuti nyanyian Wa Ode Nurhahayati.

Dalam aksi tersebut, mereka membawa berbagai spanduk bertuliskan "Bongkar Jaringan Makelar Proyek". Selain itu, massa juga membawa poster bergambar Marzuki Alie dengan tulisan "Tangkap dan Periksa Marzuki Alie".

Koordinator aksi, M Jabir mendesak KPK memeriksa dan menangkap Ketua DPR Marzuki Alie, dan sejumlah bekas pimpinan Banggar seperti Mirwan Amir, Tamsil Linrung, dan Olly Dondokambey jika terbukti kecipratan duit dari proyek itu.

"KPK harus berani melawan segala bentuk intervensi untuk mengusut petinggi DPR yang dibekingi partai penguasa sekalipun," kata Jabir.

Jabir menyebut KPK bergerak lambat mengusut kasus tersebut. Lembaga antikorupsi itu dinilai masih tebang pilih dengan hanya menghukum Wa Ode seorang. "Padahal di balik suap Rp.6,5 miliar itu, terdapat skandal mafia anggaran yang jauh lebih besar, KPK jangan tebang pilih," teriaknya saat berorasi.

Menurut dia, mafia anggaran yang lebih besar bisa diusut dari kode-kode misterius dalam dokumen DPID. Ratusan miliar uang negara, diduga kuat ikut dinikmati berbagai pihak di Senayan. "Ketua DPR, anggota Banggar, hingga fraksi-fraksi disinyalir menerima kompensasi dari diloloskannya anggaran bagi daerah-daerah," ujarnya.

Akibatnya, sambung dia, bukan hanya segelintir daerah di Aceh yang dirugikan atas praktik kejahatan kerah putih tersebut. Ratusan Kabupaten/kota di seluruh Nusantara, imbuhnya, ikut merasakan penderitaan panjang atas kongkalikong mafia DPR yang menyunat jatah anggaran daerah. "Kita jangan terkecoh, kasus Wa Ode layaknya fenomena gunung es. Di balik suap Rp.6,5 miliar itu terdapat skandal mafia anggaran yang jauh lebih besar," tegasnya.

Dalam beberapa kesempatan, Marzuki Alie membantah dirinya terlibat dalam korupsi Semen Batu Raja. Sedangkan dalam kasus DPID, baik Marzuki, Mirwan, Tamsil, dan Olly sudah berulangkali membantah tudingan Wa Ode.

Pardosi/monitorindonesia.com

Share this post :

Masukkan email untuk berlangganan:

Delivered by Angkringanwarta

 
Ayo kirim tulisanmu ke : angkringan123@gmail.com
Copyright © 2012. AngkringanWarta - All Rights Reserved
Powered by Angkringanwarta