Berita Terbaru:
Home » , » Festival Lampion, Mie Ongklok, dan Festival Potong Gimbal

Festival Lampion, Mie Ongklok, dan Festival Potong Gimbal

Written By angkringanwarta.com on Thursday, September 05, 2013 | 04:38

Oleh Tia Agnes

Taicing: Festival keempat pertama kalinya ada festival lampion dan jazz di atas awan.
Sebuah jawaban ‘iya’ dari sahabat kampus membuat perjalanan kami terasa dadakan dan tanpa rencana. Padahal sejak masih kuliah dulu, kami selalu membicarakan mengenai Dataran Tinggi Dieng dengan segala keindahannya.
 
Tanpa pikir panjang, saya langsung menghubungi tour travel Tukang Jalan untuk pesan seat menghadiri Trip Dieng Culture Festival keempat. Segala persiapan pun dimulai dari hal-hal remeh hingga jaket tebal dan sendal gunung.

Pada Jumat pekan lalu, tepat pukul 6 sore, kami sudah tiba di meeting point Plaza Semanggi, Jakarta Pusat. Rasa tak sabar ingin segera pergi dari Jakarta menuju dataran para dewa. Kata Dieng sendiri diambil dari bahasa Kawi, di (tempat) dan Hyang (Dewa).

Perjalanan kali ini, sejujurnya sedikit melanggar prinsip ngabolang yang dianut sejak enam tahun lalu yakni tak ingin pakai tour travel dan ngetrip seadanya. Ini terpaksa dilakukan karena saya tidak ambil cuti dan tak ingin ribet dengan urusan homestay dan sebagainya.

Dari Jakarta perjalanan menuju Dieng, Desa Dieng Kulon, Kecamatan Batur Kabupaten Banjarnegara dan Dieng, Jawa Tengah sekitar 21 jam. Padahal jarak tempuh biasanya yaitu 6 hingga 10 jam. “Ini karena elf (mobil sewaan) telat datang, macet di Cikampek, dan ada longsor di Wonosobo,” kata tour leader Tukang Jalan, Wira Adi Darma.

Alhasil, dalam hati kami, ini adalah perjalanan yang tadinya dirasa mewah menjadi ajang ilmu ikhlas. Sampai di Dieng, azan magrib sudah berkumandang. Hari pertama festival Dieng juga sudah dimulai, malam itu akan ada pagelaran wayang kulit dan festival lampion laiknya perayaan Waisak di Candi Borobudur.

“Gue mau bikin make a wish ah, kalau nanti terbangin lampion,” kata sahabat saya, Mimi Fahmiyah. Sayangnya harapan tersebut pudar. Di tengah gelap gulita kompleks Candi Arjuna, panitia hanya menyiapkan lampion seadanya dan tak sebanding dengan jumlah pengunjung. Kami pun harus mengemis meminjam lampion untuk ajang foto narsis.

Awalnya, festival lampion dibuka oleh Bupati Banjarnegara Sutedjo Slamet Utomo. Ketika satu lampion sudah terbang, riuh tepuk tangan yang menonton tampak keras terdengar. Saya pun tak berhenti mengucap syukur. Dalam hati, tak dapat yang di Waisak, di Candi Arjuna pun jadi.

Beberapa kali kembang api juga dinyalakan. Meriah sekali! Pengunjung festival bertambah banyak. Ratusan manusia di sana masih setia menonton hingga lampion terakhir terbang. Namun pertunjukkan belum usai, di tanah lapang tak jauh dari Candi Arjuna akan tampil pagelaran wayang kulit.

Malam belum usai, dan perut sudah keroncongan. Sepanjang kawasan wisata Dieng, kami mencari mie ongklok yang terkenal. Tiga tempat dilalui, tak membuahkan hasil. Dengan kecewa, kami pulang ke homestay untuk istirahat. Esok adalah inti festival yang membuat saya penasaran setengah mati selama ini.

Bersambung...


***


Share this post :

Masukkan email untuk berlangganan:

Delivered by Angkringanwarta

 
Ayo kirim tulisanmu ke : angkringan123@gmail.com
Copyright © 2012. AngkringanWarta - All Rights Reserved
Powered by Angkringanwarta